Monday, April 12, 2010

"Bilqis", Penderita Atresia Bilier Meninggal Dunia

Bilqis Anindya Passa, bayi bermumur 19 bulan yang menderita penyakit hati Atresia Bilier meninggal dunia pada hari sabtu (10 April 2010) pada pukul 15.00 di RSUP Kariadi, Semarang, dikarenakan Bilqis terkena serangan tiga bakteri ganas yang menyerang paru-paru dan darah.

Bilqis meninggal dunia sebelum operasi cangkok hati dilakukan. Saat Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih menjenguknya pada 13 Maret lalu, bobot Bilqis masih kurang 0,2 kilogram. Dokter mensyaratkan, berat tubuh minimal saat operasi 9 kilogram. Operasi yang membutuhkan biaya berkisar Rp. 800.ooo.ooo s/d Rp. 1.000.000.000 ini sebenarnya sudah terkumpul berkat bantuan dari masyarakat lewat 'Koin Untuk Bilqis'. Namun sayang, Bilqis telah dipanggil terlebih dahulu oleh sang Pencipta.

"Selamat jalan Bilqis . . . Semoga Bilqis tenang di sisi-Nya dan semoga keluarga Bilqis diberi ketabahan"

Friday, April 09, 2010

"Tunanetra Ngebut" Pecahkan Rekor Dunia

Penyanyi pop Turki, Metin Senturk, menjadi pengemudi tunanetra tercepat di dunia yang mengendarai mobil tanpa pendamping, Jumat. Tentang pengalaman mengemudinya itu, Senturk melukiskan, ia merasa sedang berdansa dengan kematian.

Senturk menangis saat keluar dari sebuah Ferrari F430 di bandar udara Urfa, Turki bagian timur untuk mendengar dari pejabat Guinness World Records bahwa kecepatan rata-ratanya adalah 292, 89 kilometer per jam. Ia memecahkan rekor sebelumnya, yaitu 284 kilometer per jam, yang dipegang seorang manajer bank Inggris.

"Saya kira tidak ada kata-kata yang pas untuk menggambarkan perasaan ini. Saya sangat senang. Ini benar-benar sulit, rasanya seperti menari dengan maut," kata Senturk, yang buta sejak usia tiga tahun.

Di belakang Senturk, dalam kendaraan terpisah, adalah mantan pereli Volkan Isik, yang membimbing Senturk dengan radio.

"Gletser Darah" Di Benua Antartika

Belakangan ini, panorama gletser darah muncul lagi di sebuah lokasi Benua Antartika. Fenomena tersebut terletak di Mcurdo Dry Valleys yang terkenal sebagai wilayah mahaluas tanpa es, salah satu wilayah paling unik di Benua Antartika.

Lembah dimaksud, meski berlokasi di kutub selatan, selamanya jarang terdapat lapisan es karena angin yang menyapu ke arah lembah dengan kecepatan (badai) 320 km per jam mampu merenggut seluruh kelembaban.

Ketika seseorang berjalan sendiri menapaki lembah itu, setelah melalui bangkai pinguin dan hewan-hewan lainnya, akhirnya bisa menyaksikan sebuah gletser “darah”.


Konon, gletser berdarah itu ditemukan oleh tim ekspedisi Robert Scott tahun 1911, belakangan terbukti diakibatkan oleh pengoksidasian zat besi.

Dikabarkan, setiap jangka waktu tertentu, gletser bisa menyemburkan cairan jernih yang kaya dengan zat besi yang kemudian dengan segera terjadi oksidasi menjadi berwarna merah tua yang menggiriskan.

Discover Magazine menyebutkan, cairan tersebut bersumber dari danau air asin yang kaya kandungan garam di kedalaman lapisan es 390 meter.

Penelitian terkini sudah menemukan bahwa terdapat bakteri di dalam situasi sedemikian sulit yang hidupnya mengandalkan senyawa zat belerang dan besi.

Menurut peneliti, semenjak gletser lahir dari danau, menciptakan lingkungan ekologi yang sedemikian dingin, gelap, dan tanpa oksigen, kelompok bakteri semacam itu sudah terisolasi selama 150 juta tahun.

Selain itu, para ilmuwan juga beranggapan, di gletser berdarah yang dihasilkan oleh bakteri tersebut kemungkinan terdapat makhluk hidup luar angkasa yang hidup di tata surya kita. Misalkan di bawah lapisan es kedua kutub Planet Mars dan (sebuah bulan milik) Jupiter kemungkinan juga terdapat kehidupan.